POLICY ON CUSTOMARY FOREST MANAGEMENT AFTER CONSTITUTIONAL JUSTICE DECREE NO. 35/PUU-X/2012: A CRITICAL REVIEW

Subarudi Subarudi

Abstract


Existency of customary law people (MHA) has been marginalized under the state authority. However, this authority ends through Constitutional Court (MK) decision  No. 35/2012 that stated customary forest (CF) is not under the state forest. This paper is to review CF at post MK decision with objectives: 1) to give definition of customary people (MA) and MHA; 2) to identify regulations related to CF management; 3) to asess the impact of MK decision on the revision of Forestry Law No. 41/1999 and 4) to formulate strategies for future CF management. This review used political economy approach and qualitative descriptive analysis. Result of the review indicated that there is no different between the term of MA and MHA due to their same definition. Eight laws involved in definition and rights of MHA, however, their contents and implementation are different depending on sectoral perceptions. The MK Decree No. 35 has significant impact on forest management with the exlusion of CF from the state forest and not included in the (private) right forest. A strategy for future CF management is the full joint commitment among governments, NGOs and MHA itself related to MHA determination, territorial boundary of CF and establishment of customary institutional system.


Keywords


Customary law people; customary territory and land; restitution and compensation.

Full Text:

PDF

References


Arizona, Y. (2013). Mahkamah Konstitusi dan reformasi tenurial Kehutanan. In Hakim, I. & Wibowo, L.R., Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan (pp. 87-97). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Bahar, S. (2005). Perspektif hak asasi manusia terhadap empat persyaratan yuridis eksistensi masyarakat Hukum Adat (pp. 59-85). Lokakarya "Inventarisasi dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, 14-15 Juni 2005”. Jakarta: Komisi Nasional Hak asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, dan Departemen Dalam Negeri.

Biro Hukum. (2014). Daftar inventarisasi masalah RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyakat Adat. Jakarta: Biro Hukum, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kehutanan.

Danim, S. (2000). Pengantar studi penelitian kebijakan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Magdalena. (2013). Peran hukum adat dalam pengelolaan dan perlindungan hutan di Desa Sesaot, NTB dan Desa Setulang, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(2), 110-121.

Innah, H. (2013). Merajut kembali eksistensi masyarakat adat: Catatan kecil dari Teluk Bruyadori, Papua (pp. 108-119). In I. Hakim & L.R. Wibowo (Eds.), Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitan dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Kaban, M.S. (2005). Pengakuan keberadaan dan perlindungan hak-hak masyarakat Hukum Adat dalam pengelolaan hutan di Indonesia (pp. 15-29). Lokakarya “Inventarisasi dan Perlindungn Hak Masyarakat Hukum Adat, 14-15 Juni 2005”. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, dan Departemen Dalam Negeri.

Kompas. (2014, Maret 1). Kelestarian laut: Masyarakat adat Kaimana lakukan patroli. Harian Kompas, p. 22.

Nababan, A. (2013). Memperbaiki posisi dan peran masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup di Indonesia (pp. 121-132). In I. Hakim & L.R. Wibowo, Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Rachman, N. (2013). Ralat kebijakan agraria kehutanan oleh Mahkamah Konstitusi (pp. 59-81). In I. Hakim & L.R. Wibowo, Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Sanders, D. (1999). Indigenous people: Issue of definition. International Journal of Cultural Property, 8, 4-13.

Simarmata, R. (2013). Putusan MK No. 35/ PUU-X/2012: Menggeser corak negara hukum Indonesia (pp. 99-107). In I. Hakim & L.R. Wibowo, Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Soemardjo, J. (2009, April 18). Negara bodoh, rakyat pintar. Harian Kompas, p. 6.

Subarudi & Wiratno, I. (1993, November 24). Kasus Hutan Adat Jelmu Sibak perlu adanya kompromi. Harian Ma-nuntung, p. 6.

Sumardjono, M. (2013). Perspektif hukum RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak MHA dan RUU Pertanahan (pp. 135-143). In I. Hakim & L.R. Wibowo, Jalan Terjal Reforma Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Sumardjono, M. (1999). Pengakuan keberadaan hutan adat dalam rangka reformasi agraria. Lokakarya Keberadaan Hutan Adat. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Susilo, K.S. (2005). Kata sambutan Ketua Komnas HAM (pp. 5-10). Lokakarya "Inventarisasi dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, 14-15 Juni 2005”. Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, dan Departemen Dalam Negeri.

Yeni, I., Rumbiak, W., & Hasan, A. (2005). Kajian hukum adat Suku Mooi dalam pemanfaatan sumber daya alam di Sorong. Info Sosial Ekonomi Kehutanan, 5(3), 283295.

Yustika, A.E. (2014). Ekonomi politik: Kajian teoritis dan analisis empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.




DOI: https://doi.org/10.20886/jakk.2014.11.3.207-224

Copyright (c) 2015 Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan