POLA PEMANFAATAN LAHAN MASYARAKAT DI DARRAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL BUKITTIGAPULUH, PROVINSI JAMBI

Wanda Kuswanda

Sari


lnformasi  pemanfaatan lahan oleh masyarakat  lokal merupakan  aspek penting  yang  harus diketahui di dalam menyusun rencana pengelolaan zona  penyangga di  taman  nasional.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepemilikan dan pola pernanfaatan lahan di Zona Penyangga Taman Nasional Bukit  Tigapuluh. Data  dikurnpulkan melalui   penyebaran kuesioner, wawancara, dan pengamatan secara deskriptif,   selanjutnya dianalisis  secara kuantitatif  menggunakan  tabel frekuensi.  Masyarakat  di  lokasi  penelitian (Desa Lubuk Kambing dan Sungai   Rotan)  secara  umum  menggarap lahan pribadi/hak milik dengan luas  rata-rata  sekitar 3 ha/responden yang berasal  dan rnembuka hutan   35%, warisan orang  tua 8,33 % dan lainnya. Pemanfaatan lahan oleh   masyarakat  lokal untuk areal perkebunan, pertanian (ladang dan  sawah) dan  keperluan  lainnya (pekarangan rumah dan jalan). Hasil   pengelolaan  lahan  dimanfaatkan untuk dijual   (48,33%) dan  dikonsumsi (20%).

Kata Kunci


Pemanfaatan lahan; zona penyangga; Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Indragiri-Rokan. 2002. Inventarisasi dan identifikasi fisik dan sosial ekonomi budaya masyarakat sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Kerjasama Balai Pengelolaan DAS Indragiri-Rokan dengan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Riau.

Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam. 1999. Tinjauan dan petunjuk teknis pengelolaan Daerah Penyangga Taman Nasional dari aspek kehutanan, Prosiding Lokakarya Daerah Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Kerjasama Bappeda Kabupaten Indragiri Hulu dengan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan Yayasan WWF Indonesia. Rengat.

Fakultas Kehutanan IPR. 2000. Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan potensi wanafarma Provinsi Jambi: Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Cagar Biosfer Bukit Duabelas, dan Taman Nasional Berbale Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan dan Perkebunan dengan Fakultas Kehutanan IPB. Jakarta.

MacKinnon, K., John MacKinnon, G. Child dan J. Thorsell. 1993. Pengelolaan kawasan yang dilindungi di darrah tropika, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Pedoman Survai Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia. 2000. Pedoman sosial ekonomi kehutanan Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor.

Rowland, I. 1999. Perencanaan dan pengembangan program kehutanan di Daerah Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Prosiding Lokakarya Daerah Penyangga Tarnan Nasional Bukit Tigapuluh. Kerjasama Bappeda Kabupaten Indragiri Hulu dengan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan Yayasan WWF Indonesia. Rengat.

Schmidt, F. H. and J.H.A.Ferguson. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No. 42. Direktorat Meteorologi dan Geofisika. Jakarta.

Sinaga, W.H. 1999. Kondisi dan permasalahan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Prosiding Lokakarya Daerah Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Kerjasama Bappeda Kabupaten Indragiri Hulu dengan Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan Yayasan WWF Indonesia. Rengat.

Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Riau, 1997. Rencana pengelolaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh Tahun 1997-2021: Data, proyeksi dan analisa. Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Riau. Departemen Kehutanan. Pekanbaru.

Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 539/ Kpts-II/1995 tanggal 5 Oktober 1995 tentang Perubahan Fungsi dan Penunjukan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas di Kabupaten Daerah Tingkat II lndragiri Hilir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hulu, Provinsi Daerah Tingkat I Riau, Seluas 94.698 (Sembilan Puluh Empat Ribu Enam Ratus Sernbilan Puluh Delapan) Hektar dan Hulan Lindung di Kabupaten Daerah Tingkat II Bungotebo, Provinsi Daerah Tingkat I Jambi, Seluas ± 33.000 (Tiga Puluh Tiga Ribu) Hektar, Menjadi Taman Nasional Dengan Nama Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.

Keputusan Menteri Kehutanan No. 6407/Kpts-II/2002 tanggal 21 Juni 2002 tentang Penetapan Kelompok Hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh Seluas 144.223 (Seratus Empat Puluh Empat Ribu Dua Ratus Dua Puluh Tiga) Hektar, yang Terletak di Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau dan Kabupaten Tanjung Jabung, Kabupaten Bungotebo, Provinsi Jambi Sebagai Taman Nasional Dengan Nama Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.




DOI: https://doi.org/10.20886/jphka.2006.3.3.249-258

##submission.copyrightStatement##

##submission.license.cc.by-nc4.footer##

JURNAL PENELITIAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM INDEXED BY:

More...

Copyright of Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam (JPHKA)

eISSN : 2540-9689, pISSN : 0216-0439 

JPHKA is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.