THE EVALUATION OF THE ESTABLISHEMENT OF INTEGRATED LICENSING OFFICE FOR GIVING WOOD PRIMARY INDUSTRY PERMIT

Epi Syahadat, Subarudi Subarudi, Andri Setiadi Kurniawan

Abstract


Establishing Integrated Licensing Office (ILO) aims to improve services by means of fast, easy, cheap, transparent and accountable. However, complains persist from the permit applicants, the licensing arrangements are still too bureaucratic, time consuming, and costly. The objectives of the study are: (a) To identify policies and regulations related with IUIPHH, (b) To review the substance of IUIPHH and its relevance, and (c) To improve IUIPHH process as regulated by ILO. The method used is descriptive qualitative analysis. The result of the study revealed that there were 14 regulations involved in IUIPHH process and they are inter-section and inter-connection to each other. The policy of ILO establishment in the management of IUIPHH is not effective in its implementation. Because, it still requires a lot of documents to be submitted. For example, to process AMDAL and other technical documents it needs 105 working days for its completion. Meanwhile, Presidential Decree No 97/2014 states that it needs seven working days only. Thus, revising Presidential Decree No. 97/2014 can be considered to improve IUIPHH process. Reducing the imbalance between human resources and limited supporting facilities is another alternative suggested.

Keywords


Integrated Licensing Office; evaluation; effectiveness; licensing system; IUIPHH.

Full Text:

PDF

References


Anshori, Y. T., Enceng, & Hidayat, A. (2014). Implementasi pelayanan perizinan terpadu satu pintu. Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 12(4), 229–240.

Bungin, B. (2001). Content analysis dan focus group discussion dalam penelitian sosial di dalam metodologi penelitian kualitatif: Aktualisasi metodologis ke arah ragam varian kontemporer. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.

Cahyadi, S. A., Ichwandi, I., & Nurrochmat, D. R. (2015). Efektifitas pelaksanaan kebijakan penggunaan kawasan hutan dengan kompensasi lahan di Provinsi Jawa Barat. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, 2(2), 160–170.

Dewi, D. K., Syahrin, A., Arifin, S., & Tarigan, P. (2014). Izin lingkungan dalam kaitannya dengan penegakan administrasi lingkungan dan pidana lingkungan berdasarkan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (UUPPLH). USU Law Journal, II(1), 124–138.

Helmi. (2011). Membangun sistem perizinan terpadu bidang lingkungan hidup di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum. Fakultas Hukum Universitas Jambi, 11(1), 139–148.

Indayati, D. S. S. (2015). Keefektifan program paket perizinan online dalam meningkatkan pelayanan perizinan investasi di badan pelayanan perizinan terpadu (BPPT) Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, 3(3), 229–234.

Irawan, P. (2007). Penelitian kulitatif dan kuantitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia.

Juniawan, M. R. (2014). Analisis perbandingan standar operasional prosedur (SOP) pelayanan perizinan pada unit pelayanan terpadu dan badan pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kota Samarinda. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2(2), 2795–2808.

Maharani, D. I. (2012). Sistem dan prosedur pelayanan izin usaha industri (IUI) di Kabupaten Karanganyar. (Skripsi). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Moenir. (2006). Manajemen pelayanan umum di Indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Mouw, E. (2013). Kualitas pelayan publik di daerah: Sebuah kajian teoritis. Jurnal Univeristas Almahera, 2(2), 92–103.

Mukarramah. (2016). Efektivitas pelayanan di kantor pelayanan perizinan terpadu satu pintu Kota Parepare (Sintap). ( Skripsi). Makasar: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi Program Studi Administrasi Negara, Universitas Hasanuddin.

Nopiyanti, Warsono, H., & Rihandoyo. (2015). Analisis indeks kepuasan masyarakat pada pelayanan perijinan di badan penanaman modal dan pelayanan perizinan terpadu satu pintu (BPMPPTSP) Kabupaten Semarang. Journal of Public Policy and Management Review, 4(3), 1–11.

Olii, A. K. G. S. (2011). Pendelegasian wewenang perizinan di Kabupaten Banyumas (Studi di badan penanaman modal dan pelayanan perizinan Kabupaten Banyumas). (Skripsi). Purwokerto: Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 48 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menhut-II/2014 tentang Pendegelasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non-Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka Pelaksanaan PTSP kepada Kepala BKPM.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1 Menhut-II/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menhut-II/2014 tentang Pendegelasian Wewenang Pemberian Perizinan dan Non-Perizinan di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka Pelaksanaan PTSP.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.13/Menlhk-II/2015 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Reski, K. (2012). Efektivitas pelayanan perizinan di kantor pelayanan perizinan terpadu Kabupaten Luwu Timur. (Skripsi). Makasar: Universitas Hasanuddin.

Saniadi, K. (2008). Analisis kinerja kantor pelayanan terpadu dan perijinan Kabupaten Grobogan. (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.

Soekanto, S. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Subarudi. (2008). Tata kelola kehutanan yang baik: Sebuah pembelajaran dari Kabupaten Sragen. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 5(3), 179 – 192.

Syahadat, E., Subarudi, & Setiadi, A. (2015). Efisiensi perizinan bidang LHK (kehutanan, PETI, pertambangan dalam kawasan hutan, dan jasa lingkungan). (Laporan Hasil Penelitian). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (unpublished).

Thantauwi, R.B.I., Zauhar, S., & Rengu, S. P. (2014). Reformasi kelembagaan unit pelayanan perizinan terpadu (UP2T) menjadi badan pelayanan perizinan terpadu (BPPT) untuk mewujudkan good governance (Studi reformasi kelembagaan pada kantor badan pelayanan perizinan terpadu Kabupaten Sumenep). Jurnal Administrasi Publik (JAP), 2(1), 169–174.

Umar, A. A., & Saleh, H. A. (2015). Pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Kabupaten Gorontalo. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 8(1), 17–26.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup.

Wahyudi, D. (2014). Pelayanan perizinan bidang kehutanan pada kantor dinas kehutanan di Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Paradigma, 3(3), 271–281.




DOI: https://doi.org/10.20886/jakk.2018.15.2.193-212

Copyright (c) 2018 Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.